Dasar Teori PROTEIN
I.
DASAR
TEORI
A. Asam
Amino
Menurut Suhara (2008) Asam amino
merupakan monomer penyusun protein. Protein pada semua spesies, dari bakteri
sampai manusia, disusun atas rangkaian 20 jenis asam amino standar yang sama
Pada bagian pusat asam amino terdapat
suatu atom karbon asimetrik. Keempat pasangannya yang berbeda adalah gugus
amina, (-NH3), gugus karboksilat (-COOH), atom hydrogen, dan
berbagai gugus yang disimbolkan dengan R. Gugus R disebut juga rantai samping.
Gugus R bisa sesederhana seperti atom hidrogen, misalnya pada asam amino
glisin, atau bisa juga kerangka karbon dengan berbagai gugus fungsional yang
terikat, seperti asam amino glutamin (Campbell,1999)
Sifat kimiawi dan fisik rantai samping
akan menentukan karakteristik yang unik dari suatu asam amino tertentu. Satu
kelompok terdiri atas asam amino dengan rantai samping nonpolar, yang bersifat
hidrofobik. Kelompok lain terdiri atas asam amino dengan rantai samping polar,
yang bersifat hidrofilik. Asam amino yang bersifat asam atau asidik adalah asam
amino dengan rantai samping yang umumnya bermuatan negative akibat kehadiran
suatu gugus karboksil, yang umumnya terurai pada tingkat pH seluler. Asam amino
bersifat basa atau basic mempunyai gugus amino pada rantai sampingnya yang
umumnya bermuatan positif. Karena bersifat ionic, rantai samping asidik dan
basic juga bersifat hidrofilik (Campbell,1999).
Ketika dua asam amino diposisikan
sedemikian rupa sehingga gugus karboksil dari satu asam amino berikatan dengan
gugus amino dari asam amino yang lain, suatu enzim akan dapat menyatukan kedua
asam amino itu melalui reaksi dehidrasi, ikatan kovalen yang dihasilkannya
disebut ikatan peptide. Jika dilakukan berulang-ulang, proses ini akan
menghasilkan polipeptida, suatu polimer yang terdiri dari banyak asam amino
yang berikatan melalui ikatan peptida. Panjang polipeptida berkisar mulai dari
hanya beberapa monomer sampai ke seribu monomer atau lebih. (Campbell,1999)
B. Struktur Protein
Menurut Syamsuri (2004) Protein adalah suatu senyawa
organik yang tersusun oleh unsur-unsur C,H,O,N dan kadang-kadang juga
mengandung S dan P.
Rantai polipeptida melipat sedemikian rupa membentuk
suatu struktur yang khas (konformasi) dalam protein. Konformasi tersebut
merupakan bentuk tiga dimensi suatu protein. Terdapat empat struktur pada
protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan quartener. Suatu urutan
linier asam amino yang bergabung melalui ikatan peptide disebut struktur primer
protein. Setiap jenis protein memiliki struktur primer yang unik, suatu urutan
asam-asam amino yang tepat. Perubahan yang sedikit sekali pun dalam struktur
primer akan dapat mempengaruhi konformasi protein dan kemampuannya untuk
digunakan (Suhara, 2008).
Struktur sekunder dari suatu protein meliputi sutau
pelipatan pada rantai polipeptida. Secara umum ada dua bentuk umum dari
struktur sekunder, yaitu heliks alfa dan pleated
sheet. Bentuk heliks alfa adalah silindris, terjadi karena adanya ikatan
hydrogen yang parallel sepanjang sumbu helixnya. Pada tipe pleated sheet,
ikatan hydrogen terbentuk di antara rantai polipeptida yang berdekatan atau
berdampingan secara parallel atau anti paralel (Suhara, 2008).
Struktur tersier protein adalah bentuk atau susunan
tiga dimensi dari semua asam amino di dalam polipeptida. Lapisan yang tumpang
tindih di atas pola struktur sekunder adalah struktur tersier protein, yang
terdiri atas pemutarbalikan tak
beraturan dari ikatan antar rantai–rantai samping berbagai asam amino. Bentuk
protein secara alamiah atau bentuk protein aktif berada dalam bentuk struktur tersier yang
ditentukan oleh banyak ikatan non kovalen (Campbell,1999).
Menurut Campbell (1999) Salah satu jenis ikatan yang
berperan dalam struktur tersier disebut interaksi hidrofobik yang terjadi
ketika polipeptida melipat membentuk konformasi fungsionalnya, asam amino
dengan rantai samping hidrofobik umumnya membentuk kumpulan pada bagian inti
protein itu, menjauhi kontak dengan air. Begitu rantai samping asam amino
nonpolar mendekat satu sama lain, gaya tarik van der Waals menguatkan kembali
interaksi hidrofobik itu. Sementara itu, ikatan hydrogen antara rantai-rantai
samping polar dan ikatan ionic antara rantai-rantai samping bermuatan positif
dan rantai samping bermuatan neggatif juga membantu menstabilkan struktur
tersier. Konformasi suatu protein bisa semakin diperkuat oleh ikatan kovalen
kuat yang disebut jembatan disulfide, yang terbentuk ketika dua asam amino
dengan gugus sulfhidril pada rantai sampingnya, saling mendekat satu sama lain
melalui pelipatan protein tersebut.
Struktur
kuartener adalah keseluruhan struktur protein yang dihasilkan dari penggabungan
semua subunit polipeptida. Masing-masing subunit polipeptida dapat dihubungkan
dengan ikatan kovalen (misalnya ikatan disulfide) atau ikatan non kovalen
(interaksi elektrostatik, ikatan hydrogen, atau interaksi hidrofobik). (Suhara,
2008)
C. Denaturasi
Protein
Menurut Ophardt (2003) Denaturasi
terjadi karena putusnya ikatan struktur sekunder (ikatan hidrogen untuk amida)
dan struktur tersier terganggu. Dalam struktur tersier ada empat jenis interaksi
ikatan antara "rantai samping" termasuk: ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik non-polar. yang mungkin
terganggu. Oleh karena itu, berbagai reagen dan kondisi dapat menyebabkan
denaturasi. Pengamatan yang paling umum dalam proses denaturasi adalah
pengendapan atau koagulasi protein.
Protein dalam keadaan alamiahnya disebut
protein asli, dan setelah mengalami perubahan menjadi protein terdenaturasi.
Protein bisa terbuka dan kehilangan konformasi aslinya jika pH, konsentrasi
garam, suhu, atau aspek lain dari lingkungannya diubah. Perubahan struktur
protein ini dinamakan denaturasi protein. (Suhara, 2008)
Sebagian besar protein menjadi
terdenaturasi jika protein tersebut dipindahkan dari lingkungan aqueous ke suatu
pelarut organik, seperti eter atau kloroform, protein itu akan menjadi
terbalik, daerah hidrofobiknya berganti tempat dengan daerah hidrofiliknya.
Agen denaturasi lain meliputi bahan kimiawi yang merusak atau mengganggu ikatan
hidrogen, ikatan ionik, dan jembatan disulfide yang mempertahankan bentuk suatu
protein. Denaturasi dapat juga disebabkan oleh panas yang berlebihan, yang
mengagitasi (merangsang) rantai polipeptida sedemikian rupa sehingga cukup
untuk mengatasi interaksi lemahyang menstabilkan konformasi protein
(Campbell,1999).
Akibat dari denaturasi adalah berubahnya
sifat-sifat dan struktur protein dan umumnya protein kehilangan aktivitas
biologi khususnya. Jika suatu protein asli terdenaturasi, protein tersebut
hanya mengalami kerusakan pada struktur alamiahnya yang berbentuk tiga dimensi
(struktur tersier dan quartener), sedangkan struktur kerangka kovalennya
(struktur primer) dari protein tersebut tidak mengalami kerusakan. (Suhara,
2008)
Ketika suatu protein dalam larutan
tabung reaksi didenaturasi oleh panas atau bahan kimiawi, protein tersebut
seringkali kembali ke bentuk fungsionalnya bila agen pendentaurasi itu
dihilangkan. Protein tersebut dapat kembali ke struktur aslinya dan memperoleh
kembali aktivitas biologisnya, jika protein didinginkan atau dikembalikan ke
keadaan normalnya secara perlahan-lahan, proses ini dinamakan renaturasi.
(Suhara, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Campbell, Reece and Mithcel. (1999).
Biology. New York : Addison-Wesley
Longman, inc
Suhara.
(2008). Dasar-Dasar Biokimia. Bandung:
Prisma Press
Syamsuri, I. (2004). Biologi untuk SMA kelas XI. Jakarta:
Erlangga
Sumber
Internet
Ophardt,
Charles. (2003). Denaturation.
[Online]. Tersedia di: http://elmhurst.edu/~chm/vchembook/568denaturation.html.
Diakses pada tanggal 9 Oktober 2014.
#BIOLOGI #MAHASISWA BIOLOGI #MAHASISWIBIOLOGI #TUGASBIOLOGI #BILOGYTASK #LOVEBIOLOGI #ARTIKELBIOLOGI #ARTIKELMAKHLUKHIDUP
#SUMBERVALID #DAFTARPUSTAKA #UJIPROTEIN #PRAKTIKUMSMA #PRAKTIKUM BIOLOGI
#SUMBERVALID #DAFTARPUSTAKA #UJIPROTEIN #PRAKTIKUMSMA #PRAKTIKUM BIOLOGI
Komentar
Posting Komentar