Dasar Teori dan identifikasi Nemathelminthes
A. Judul
Filum Nemathelminthes
B. Tujuan Praktikum
Kegiatan praktikum ini bertujuan
agar mahasiswa dapat:
1. Mengenal
keanekaragaman hewan-hewan Nemathelminthes.
2. Mengamati
morfologi dan struktur hewan-hewan Nemathelminthes.
3. Mengelompokkan
hewan-hewan Nemathelminthes ke dalam classis yang berbeda berdasarkan persamaan
dan perbedaan ciri.
4. Mengamati
dan mengidentifikasi ciri-ciri khas setiap classis.
C. Landasan Teori
Nemathelminthes (dalam bahasa Yunani,
nema = benang, helminthess = cacing) disebut sebagai
cacing gilig karena tubuhnya berbentuk bulat panjang atau seperti benang.
Berbeda dengan Platyhelminthes yang belum memiliki rongga tubuh.
Nemathelminthes sudah memiliki rongga tubuh meskipun bukan rongga tubuh sejati.
Oleh karena memiliki rongga tubuh semu, Nemathelminthes disebut sebagai hewan
Pseudoselomata. Ciri tubuh Nemathelminthes memiliki ukuran, bentuk, struktur,
dan fungsi tubuh. Individu betina berukuran lebih besar daripada individu
jantan. Tubuh berbentuk bulat panjang atau seperti benang dengan ujung-ujung
yang meruncing (Prawirohartono, 2006).
1. Sistem
Gerak
Gerak pada Nemathelminthes
disebabkan adanya otot-otot yang terdapat pada dinding tubuh. Otot-otot itu
terletak diantara tali epidermal, dan membujur sepanjang tubuh. Otot-otot itu
terbagi menjadi empat kuadran, dua kuadran terletak pada sisi dorsal, dan yang
lain pada sisi ventral. Kontraksi dan relaksasi dari otot-otot menyebabkan
tubuh cacing memendek dan memanjang. Koordinasi gerak dari
keempat kuadran otot menyebabkan cacing bergerak dengan cara meliuk-liuk (Kastawi,
2005).
2. Sistem
Respirasi (Pernapasan)
Cacing
Nemathelminthes tidak mempunyai alat respirasi atau pernapasan. Respirasi dilakukan
secara anaerob. Energi
diperoleh dengan cara mengubah glikogen menjadi CO2 dan asam lemak
yang diekskresikan melalui kutikula. Namun sebenarnya Nemathelminthes dapat
mengkonsumsi oksigen jika di lingkungannya tersedia. Jika oksigen tersedia, gas
itu diambil oleh hemoglobin yang ada di dalam dinding tubuh dan cairan
pseudosoel (Kastawi,
2005).
3. Sistem
Digesti (Pencernaan)
Mulut
dikelilingi oleh tiga bibir. Mulut berlanjut pada faring atau esophagus yang
berbentuk silindris. Bagian belakang faring atau esophagus itu menebal, dan
dilengkapi oleh klep. Dinding faring mempunyai serabut-serabut otot radial yang
dapat melebarkan rongga faring. Di dalam rektum terdapat kelenjar rektal
uniselular yang berukuran besar, jumlahnya tiga pada yang betina dan enam pada
yang jantan. Pada hewan jantan terdapat kloaka. Sistem pencernaannya tidak
dilengkapi dengan kelenjar pencernaan. Makanan yang dimasukkan ke dalam
tubuhnya berupa makanan setengah jadi yang berasal dari inangnya dengan cara
menggigit membran mukosa menggunakan bibirnya untuk mengisap darah dan cairan
jaringan dari inang (Kastawi,
2005).
4. Sistem
Ekskresi
Pada
Nemathelminthes yang hidup di laut sistem ekskresinya terdiri dari satu atau
dua sel kelenjar Renette yang terletak di dalam pseudosoel bagian ventral, di
dekat perbatasan antara faring dan intestin. Rusuk anterior dari sel yang
berbentuk H mengalami reduksi, dan
kanal
transversal bercabang membentuk satu jaringan. Saluran umum itu berakhir pada
lubang ekskresi yang terletak di bagian ventral di belakang bibir. Sistem
ekskresi pada cacing ini tidak dilengkapi dengan lubang-lubang internal, silia,
dan sel api (Kastawi,
2005).
5. Sistem
Koordinasi
Sistem saraf meliputi sebuah cincin sirkumfaringeal yang
mengelilingi faring. Cincin saraf itu tersusun oleh serabut-serabut saraf dan
sel-sel saraf difus. Cincin saraf sirkumfaringeal itu berhubungan dengan banyak
ganglion, ada ganglion dorsal yang tidak berpasangan dan ganglion subdorsal
yang berpasangan. Masing-masing ganglion mempunyai sel-sel saraf yang jumlahnya
tetap (Kastawi,
2005).
6. Sistem
Reproduksi
Nemathelminthes merupakan hewan berkelamin tunggal,
artinya alat kelamin jantan dan betina terpisah. Hewan jantan dan betina dapat
dibedakan dengan jelas berdasar penampakan dari luar. Hewan jantan mempunyai
ukuran lebih kecil dari hewan betina dan mempunyai ekor yang melengkung. Sistem
alat kelamin jantan mengalami reduksi sehingga hanya tinggal satu, sedang
sistem kelamin betina ada dua buah.
Organ kelamin jantan terletak pada separuh tubuh bagian
posterior. Testesnya satu, panjang, menggulung, dan berlanjut menjadi saluran
vas deferens yang memiliki ukuran diameter sama (Kastawi, 2005).
Organ kelamin betina bersifat “didelfik” artinya
jumlahnya ada dua. Organ ini terletak pada dua pertiga bagian tubuh dari arah
posterior. Ovarinya berjumlah dua berbentuk benang yang menggulung. Ovari
mempunyai saluran telur (oviduk) yang berukuran lebih lebar. Oviduk menuju ke uterus
yang dindingnya berotot (Kastawi,
2005).
Nemathelminthes dibagi
dalam dua classis, yaitu:
a.
Nematoda : Memiliki intestine dan tidak memiliki proboscis (Syulasmi,
Sriyati, Peristiwati, 2011, hal. 25).
b.
Acanthocephala: Tidak memiliki
intestine, memiliki proboscis yang Berduri (Syulasmi, Sriyati, Peristiwati,
2011, hal. 25).
D. Metode Praktikum
1.
Alat dan Bahan
a. Alat
1) Alat
tulis
2) Mikroskop
dan perlengkapannya
3) Penggaris
4) Benang
5) Pinset
6) Loop
7) Set
alat bedah
b. Bahan
1) Awetan
basah cacing Ascaris sp.
2) Preparat
sayatan melintang tubuh Ascaris sp.
2. Langkah
Kerja
a. Pengamatan
Morfologi cacing perut Ascaris sp.
1) Cacing
perut disiapkan diatas wadah, lalu dengan menggunakan loop bagian anterior dan
posteriornya dibedakan.
2) Determinasi
sexnya kemudian dibedakan menjadi jantan atau betina.
a) Panjang
cacing jantan dan betina diukur dengan memakai benang dari ujung anterior ke
posteriornya, kemudian benang tersebut diukur dengan penggaris.
b) Cacing
jantan mempunyai bentuk bengkok pada ujung posteriornya, lalu dibandingkan
dengan cacing betina.
b. Pengamatan
Anatomi cacing perut Ascaris sp.
1) Cacing
jantan dan betina dibedah pada bagian ventral dari anterior ke posterior, lalu
bagian-bagiannya ditentukan :
a) Sistem
pencernaan : mulut – intestine (berada memanjang dari mulut ke anus / anterior
ke posterior) – anus, dan berupa saluran pipih.
b) Sistem
reproduksi
(1) Betina
: vulva, terdapat pada bagian ventral anterior berupa lubang genital, vagina
sebelah dalam sebagai perpanjangan dari vulva, uterus, oviduk dan ovari berupa
saluran yang bersambungan dari yang besar sampai yang halus.
(2) Jantan
: Testis, memanjang dan berupa saluran halus, saluran ejakulasi, berupa saluran
yang lebih besar dari testis dan melekat pada bagian kloaka di sebelah
posterior.
c) Sayatan
melintang tubuh Ascaris sp.
disiapkan, kemudian diamati bagian-bagiannya dibawah mikroskop, seperti :
(1) Dinding
tubuh : kutikula, epidermis, dan sel otot
(2)
Pseudocoelom, berupa rongga antara
dinding tubuh dan sistem pencernaan
(3)
Saluran intestine
(4)
Syaraf dorsal dan ventral
(5)
Saluran ekskresi kanan dan kiri
(6)
Sistem reproduksi
A.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
praktikum, species yang diamati terdiri dari 3 jenis, diantaranya:
1. Ascaris suillae
Ascaris
suillae merupakan salah satu species dari phyllum
Nemathelminthes. Ciri umum dari phyllum ini adalah tubuh bulat memanjang,
slindris atau gilig, ditutupi kutikula, tidak bersegmen, tidak mempunyai silia
atau parapodia, mempunyai rongga antara dinding tubuh dan intestine
(pseudocoel), pencernaan makanan sudah lengkap dari mulut sampai anus, cacing
jantan umumnya mempunyai satu atau cua copulatory spiculae. Hewan ini
dikelompokkan ke dalam classis Nematoda karena memiliki beberapa karakteristik,
yaitu memiliki intestine (usus) namun tidak memiliki proboscis atau belalai
(Syulasmi, Sriyati, Peristiwati, 2011).
Cacing jantan
Ascaris suillae berukuran
sekitar 10-30 cm, sedangkan cacing betinanya sekitar 22-35 cm. Pada cacing
jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung
ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada
sepertiga bagian anteriornya terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang
kopulasi. Ascaris
suillae ini hidup parasit pada usus halus babi.
Karena bersifat parasit, pada bagian anterior Ascaris suillae terdapat mulut yang dikelilingi oleh 3 bibir
sebagai bentuk adaptasinya, 1 bibir dorsal dan 2 bibir ventralateral. Bibir
dilengkapi tonjolan kutikula dari bentuk sederhana sampai bentuk seperti bulu.
Pada bibir-bibir ini dilengkapi gigi-gigi halus yang memudahkannya untuk
mengambil nutrisi dari inang
(Juanda,2012).
2. Ascaris lumbricoides
Seperti halnya Ascaris suillae, Ascaris
lumbricoides pun dimasukan kedalam classis Nematoda.Ascaris lumbricoides memiliki tubuh yang panjang, berbentuk
silinder dan runcing pada kedua ujungnya. Hewan betina berukuran 20-29 cm
dengan diameter 4-6 mm. Sementara hewan jantan berukuran lebih kecil,
panjangnya 13-31 cm dengan diamerter 2-4 mm. Permukaan tubuh umumnya tidak
berwarna. Kutikula berwarna putih kekuningan. Warna merah pada tubuhnya
disebabkan oleh adanya hemoglobin (Kastawi,2005)
Hewan ini bersifat kosmopolit (terdapat
di segala tempat), terutama di daerah tropis. Ascaris umumnya hidup sebagai
parasit pada tubuh manusia, tepatnya pada usus halus manusia. Telur cacing ini
keluar bersama feses dan akan masuk ke tubuh kembali lewat makanan yang tidak
higienis. Selanjutnya, telur akan menetas menjadi larva yang menembus dinding
usus dan mengikuti peredaran darah manusia sampai ke paru-paru, trakea
(tenggorokan), faring (kerongkongan), dan kembali ke usus hingga dewasa dan
menetaskan telur 200.000/hari. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit ascariasis
(Rinawati,2011).
3. Ancylostoma duodenale
Ancylostoma
duodenale sering disebut cacing tambang karena
banyak ditemukan di daerah pertambangan yang belum mempunyai fasilitas sanitas
yang memadai. Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing
dewasa hidup di rongga usus halus dengan mulutnya yang melekat pada mukosa
dinding usus. Cacing betina mempunyai panjang 1 cm sementara cacing jantan
kira-kira 0,8 cm. Cacing dewasa berbentuk huruf S atau C dan didalam mulutnya
terdapat sepasang gigi. Cacing betina biasanya 9.000 – 10.000 butir telur
perhari. Telur cacing tambang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk
bujur dan mempunyai dinding yang tipis dan di dalamnya terdapat beberapa sel.
Daur hidup Ancylostoma duodenale yaitu telur cacing dikeluarkan bersama feses
dalam waktu 1-2 hari di dalam tanah kemudian telur tersebut akan menetas
menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar tiga hari larva rabditiform
tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan
hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut masuk melalui
aliran darah menuju jantung lalu ke paru-paru. Di paru-paru, larva menembus
pembuluh darah, kemudian masuk ke bronkus lalu ke trakea dan laring. Dari
laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing
dewasa (Arbaya,2012).
B.
Kesimpulan
1. Keanekaragaman
hewan-hewan Nemathelminthes
yang telah diamati diantaranya: Ascaris
suillae, Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale.
2. Hewan-hewan
Nemathelminthes memiliki tubuh bulat memanjang, silindris atau gilig dan
sedikit lancip pada bagian ujung-ujungnya, tubuhnya dilapisi kutikula, tidak
memiliki segmen, tidak memiliki silia atau parapodia, mempunyai rongga antara
dinding tubuh dan intestine.
3. Berdasarkan
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hewan-hewan Nemathelminthes terbagi ke dalam
dua classis yang didasari oleh perbedaan struktur tubuhnya dan berdasarkan ada
atau tidaknya intestine dan proboscis. Dua classis tersebut yaitu Nematoda dan
Acanthocephala.
4. Classis
yang pertama yaitu Nematoda, memiliki intestine tetapi tidak memiliki
proboscis. Classis yang kedua yaitu Acanthocephala, memiliki proboscis tetapi
tidak memiliki intestine.
DAFTAR PUSTAKA
Arbaya. (2011). Ancylostoma
duodenale. [Online]. Tersedia di: http://akperku.blogspot.com/2011/10/ancylostoma-duodenale-tugas.html. Diakses 4 April 2014.
Juanda. (2012). Ascariasis. [Online]. Tersedia di: http://juandadshadow.blogspot.com/2012/06/ascariasis.html. Diakses 4 April 2014.
Kastawi, Yusuf. (2005). Zoologi Invertebrata. Malang : UM Press
Prawirohartono, S. (2006). Sains Biologi I. Jakarta: Bumi Aksara
Rinawati, Anggun. (2011). Nemathelminthes
(Cacing Gilik).
[Online]. Tersedia di: http://rinao.wordpress.com/2011/01/16/nemathelminthes-cacing-gilik/. Diakses 4 April 2014.
S Syulasmi, A. Sriyati, S.
Peristiwati. (2011). Petunjuk Praktikum
Zoologi Invertebrata. Bandung: Universitas Pendidikan Biologi.
salam kenal, saya devit mahasiswa UNS, . tulisannya bagus, semangat berbagi ilmu, kalau boleh saram refrensi dari sumber buku dicantumkan dengan jelas (daftar pustaka) untuk memastikan tulisan ini ilmiah dan memiliki bobot , dan kebenaran dari isi bisa di konfirmasi. semangat..
BalasHapusiya terimakasih kaka atas sarannya :) iya tentu sudah saya perbaiki, syukron ukhti :)
BalasHapusThanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need.
BalasHapusWhat Is Anemia?
What Is Aortic Aneurysm?
What Is Angina Pectoris?
What Is Arrhythmias?
What Is Ascariasis?