KULTUR JARINGAN


PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kultur jaringan
            Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut Gewebe Kultur, dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam Bahasa Belanda disebut weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atauorgan yang serba steril, dalam botolkultur yang sterildan dalam kondisi yang aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Usaha memperoleh suatu individu baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur sel atau kultur jaringan..
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.




2.2 Prinsip dasar teori kultur jaringan
Menurut Thorpe (1981), ada 3 prinsip utama dalam kultur jaringan:
« Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)
« Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi kultur yang tepat
« Pemeliharaan dalam kondisi aseptik
Teori Dasar Kultur Jaringan:
a. Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (omne cellula ex cellula).
b. Teori Totipotensi Sel
Teori sel oleh Schwann dan Schleiden (1898) yang menyatakan bahwa sel memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.
2.3 Tipe-tipe kultur jaringan
1.  Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.

2.4 Kelebihan dan kekurangan kultur jaringan
a)      Kelebihan:
 - Sifat identik dengan induknya;
 - Perbanyakan dalam waktu singkat;
 - Tidak perlu areal pembibitan yang luas;
 - Tidak dipengaruhi oleh musim;
 - Tanaman bebas jamur dan bakteri.

b)      kekurangan:
# Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar
# Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit              
# Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan                                                           
# Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan
# Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.          
2.5 Peralatan kultur jaringan
Alat-alat yang dipakai dalam penanaman dalam kultur jaringan harus dalam keadaan steril. Alat-alat logam dan gelas dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti: pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam bacticinerator khusus untuk scapel, gagangnya dapat disterilkan dengan pemanasan namun pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam temperatur tinggi. Oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit. Alat-alat kultur jaringan yang perlu disterilisasi sebelum penanaman adalah; Pinset, Gunting, – Gagang scapel, Kertas saring, Petridish, Botol-botol kosong, Jarum, Pipet
Peralatan kultur jaringan:

a. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), alat ini letaknya di ruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus dalam keadaan steril. alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman. Entkas, merupakan bentuk lama dari alat penabur (LAFC), maka fungsinya pun sama seperti (LAFC)

b. Shaker (penggojok), merupakan alat penggojok yang putarannya dapat diatur menurut kemauan kita. Penggojok ini dapat digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus pada eksplan anggrek atau untuk membentuk protokormusatau sering disebut plb (protocorm like bodies) dari kalus bermacam jaringan tanaman.

c. Autoklaf, merupakan alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur jarinang tanaman.

d. Timbangan Analitik, jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang penting adalah timbanagn yaang dapat dipergunakan untuk menimbang sampai satuan yang sangat keil. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk kultur jaringan.
e. Stirer, alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas. Dengan menggunakan listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai penggojok.

f. Erlenmeyer, alat ini digunakan dalama kultur jaringan tanaman sebagai sarana menuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eeksplan.
Gelas Ukur, digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan digunakan.

g. Gelas Piala, digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam pembuatan medium.

h. Petridish, merupakan semacam jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam kultur jaringan.

i. Pinset dan Scalpel, pinset digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk menanam eksplan

j. Lampu Spiritus, digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di dalam laminar air flow cabinet atau di dalam enkas pada kita mengerjakan penanaman atau sub-culture.

k. Tabung Reaksi, digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi khloroplas.




2.6 Fasilitas laboratorium kultur jaringan
Fasilitas laboratorium kultur jaringan di bagi dalam beberapa bagian yang fungsinya satu sama lainnya berbeda-beda dan persyaratannya pun berbeda-beda pula. Laboratorium kultur jaringan harus dirancang secara khusus. Karena ada bagian-bagian atau ruangan-ruangan yang harus dalam suasana steril atau bebas mikroba.
Ruang-ruang dalam kultur jaringan di kelompokkan menurut macam kegiatan yang ada di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1.      Ruang Tidak Steril
·         Ruang Tamu
Dalam laborsatorium kultur jaringan sebaiknya di lengkapi dengan ruang tamu, karena biasanya laboratorium kultur jaringan selalu di datangi tamu baik tamu yang ingin melihat sarana dan suasana laboratorium maupun tamu ingin membeli hasil biakan kultur jaringan.
·         Ruang Administrasi
Segala surat-menyurat tentang pembelian alat-alatlboratorium, pembelian media kultur jringan, penjualan bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang penelitian dilaksanakan di dalam ruangan administrasi.
·         Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf peneliti dalam jumlah banyak, tujuannya adalah agar dapat di adakan pembagian kerja sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula di lakasanakan diskusi antar staf pada waktu berkumpul bersama.
·         Kamar Mandi dan WC
Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk menghindari kontaminasi oleh mikroba. Bila pekerja akan memasuki ruangan penabur atau ruang inkubator, tubuh dan pakaiannya harus bersih, tidak berkeringat dan tidak berdebu
·         Ruang Ganti Pakaian
Untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh mikroba, maka para karyawan di dalam laboratorium kultur jaringan perlu memakai pakaian yang bersih, dalam arti baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur jaringan perlu di adakan ruang ganti pakaian.
·         Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat dari Gelas
Komponen bahan kimia penyusun media kultur jaringan sangat banyak macamna. Oleh karena itu, penyimpanannya memerlukan pengaturn yang khusus supaya mudah mecarinya. Penyimpanan yang tidak teratur akan mempelambat dalam pekerjaan, misalnya dalam mencari salah sau komponen media saja membutuhkan waktu yang lama. Bahan kimia yang mahal harganya seperti hormon tumbuh dan enzim untuk isolasi protoplas harus disimpan dala ruangan yang sejuk. Alat-alat dari gelas seperti erlenmeyer, gelas ukur dan alat gelas lainnya perlu disimpan dalam almari tersendiri.
·         Ruang Preparasi.
Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan tempat untuk mencuci alat-alat laboratorium yang akan digunakan. Peralatan yang ada antara lain keranjang-keranjang plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
·         Ruang Penimbangan dan Sterilisasi.
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual dalam bentuk kemasan dengan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, staf labolatorium lebih senang meramu sendiri medum tanam yang dibutuhkannya.dengan demikian dibutuhkan lat untuk menimbang semua komponen bahan kimia tersebut. Misalnya menimbang bahan kimia makro dan mikro.
·         Rumah Kaca (Green House).
Rumah kaca adalah suatu bangunan yang atap dan sekeliling dinding bagian atasnya terbuat dari kaca. Tujuan penyediaan rumah kaca adalah untuk tempat meletakkan pot-pot bibit tanaman.
2.      Ruang Planlet
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka temperatur ruangan dapat mencapai sekitar 25OC sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet. Botol-botol yang berisi planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh sebab itu, dalam ruangan ini perlu disediakan rak-rak alumuniaum yang dasrnya berlobang-lobang untuk meletakkan botol-botol tersebut secara teratur dan rapi.
§  Ruang Inkubator
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jringan perlu dipantau pertumbuhannya setiap hari. Untuk pemantauan ini perlu ruangan khusus yang keadaannya lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator. Ruang inkubator harus memiliki suhu kurang lebih 25OC dan harus dilengkapi dengan lampu-lampu neon, karena eksplan yang ditumbuhkan dalam ruangan inkubasi membutuhkan temperatru dan cahaya yang dapat diatur dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
§  Ruang Shaker dan Enkas.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam ruang inkubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus ini cukup umur, maka dapat diperlukan suspensi sel, yaitu menumbuhkan suatu eksplan atau kalus dengan menggunakan media cair (media yang tidak menggunakan zat pemadat atau agar), kemudian digojok di atas shaker. Hasil pertumbuhan kalus ini adalah berupa protokormus atau dalam istilah asing disebut plb (protocorm like bodies). Bentuk protocormus adalah bulat-bulat padat dan berwarna hijau. Bila keadaan protocormus sudah keadaan demikian maka sudah siap dipindahkan kedalam media padat untuk di tumbuhkan menjadi planlet. Enkas juga sering di letakkan dalam satu ruang dengan shaker, kegunaan enkas ini sama dengan Laminar Air Flow Cabinet, yaitu untuk menabur eksplan.


3.      Ruang Mutlak Steril
·         Ruang Penabur
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu 2×3 m2. tujuannya adalah agar pelaksanaan sterilisasi ruangannya tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak mengalami kesulitan. Dinding ruang penabur dilengkapi dengan porselin, sehingga sterilisasi mudah dilakukan. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 96% dengan handsprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan menggunakan kain pel yang dibasahi alkohol 96%. Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan menjelang ruang penabur akan digunakan. Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan, lampu ultra violet harus dimatkan terlebih dahulu kemudian menyalakan lampu neon biasa dan calon penabur diperbolehkan memasuki ruangan tersebut. Sebaiknya, pada saat akan keluar lampu neon di matikan dan setelah keluar menutup daun pintu kembali lampu ultra violet dinyalakan. Dengan demikian steril ruangan dapat dijamin.

2.7 Metode pelaksanaan kultur jaringan
1.      Dilihat dari Macam Media Tanam
Ø  Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan. Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
Ø  Metode Cair(Liquid Metho)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil.
Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.
2.      Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai
      Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang telah dikenal sekarang antara lain adalah:
Ø  Kultur meristem.
Ø  Kultur antera
Ø  Kultur endosperma
Ø  Kultur suspensi sel
Ø  Kultur protoplas
Ø  Kultur embrio
Ø  Kultur spora
Dan lain-lain
3.      Dilihat dari Cara Pemeliharaan

       Eksplan yang telah ditanam, agar dapat tumbuh menjadi kalus dan kemudian menjadi planlet, membutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan atau kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang baru harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau dapat mengalami brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.

2.8 Tahapan dalam kultur jaringan
1.      Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
2.      Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme.
Tujuan sterilisasi yaitu untuk menciptakan kondisi kultur yang steril.
Tahapan Sterilisasi:
1. Sterilisasi peralatan gelas dan stainless dalam suhu 121o di dalam autoklaf.
2. Sterilisasi bahan tanaman
Tanaman induk – sterilisasi bahan tanam/eksplan menggunakan detergen, alcohol, kloroks 0,5 % dll – direndam dalam bahan sterilant – sterilisasi dalam laminar – tanaman dipro-kondisi
3.      Pembuatan media kultur
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoclave.
Tahapan pembuatan media kultur:
o Persiapan bahan
o Formulasi
o Pengukuran pH (5,7-5,8)
o Pemberian agar-agar dan pemanasan media
o Penuangan dan penutupan media -> sterilisasi
Kandungan nutrisi dalam agar-agar :
1. mineral :
    - Makro nutrient (N, P, K, Ca, Mg)
    - Mikro nutrient (Mn, Zn, Mo, Cu, Co)
2. karbohidrat (gula)
3. vitamin (B dan C)
4. protein
5. hormon
Komposisi media Murashige dan Skoog (MS)
Bahan Kimia Konsentrasi Kimia (mg/l)
1. NH4NO3 1650
2. KNO3 1900
3. CaCL2+2H20 440
4. MgSO4+7H20 370
5. KH2PO4 170
6. FeSO4+7H20 27
7. Na 37,3
8. MnSO4+4H20 22,3
9. ZnSO4.7H2O 8,6
10. H3BO3 6,2
11. KI 0,83
12. Na2MoO4+2H20 0,25
13. CuSO4+5H20 0,025
14. CoCl2+6H20 0.025
15. Myoinositol 100
16. Niasin 0,5
17. Piridoksin-HCL 0,5
18. Tiamin-HCL 0,1
19. Glisin 2
20. Sukrosa 30000
4.      Penanaman eksplan
Melalui sub kultur atau transfer, tanaman ditanam pada media tanam di laminar air flow menggunakan alat-alat yang steril.
Syarat eksplan yang baik:
§ Berasal dari induk yang sehat dan subur
§ Berasal dari induk yang diketahui jenisnya
§ Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik
§ Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya
§ Tunas langsung diproses sesegera mungkin

Tahapan sub kultur:

o Induksi tunas
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
o Multiplikasi tunas
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
o Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Untuk pengakaran digunakan media MS + NAA. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Proses perakaran pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
o Inkubasi
Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di ruang/lingkungan yang terkendali (untuk duji keberhasilannya). Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah antara 24–28oC. Untuk mengkondisikan ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di dalam ruangan tersebut dipasang Air Conditioner (AC).
o Aklitimasi
Aklitimasi merupakan proses adaptasi/pemindahan tanaman dari lingkungan dalam ke lingkungan luar (dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan yang tidak terkendali).
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm. Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah itu tanaman perlu ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan ke lapangan.
2.9 Faktor yang mempengaruhi regenerasi pada kultur jaringan
a.       Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
b.      Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
c.       Media Tumbuh.
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
d.      Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
e.       Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur
2.10 Kendala atau masalah yang dapat terjadi pada kultur jaringan
Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara aseptic.

            Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perbanyakan tanaman secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli medium yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti Jepang. Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama untuk pengembangan bioteknologi.

Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan

Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya. Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul.

Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
v  Kontaminasi
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.
Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:
- Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan.
- Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
- Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang longgar.
v  Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
v  Vitrifikasi
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
- Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
- Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
- Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter
- Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
- Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
v  Variabilitas Genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena:
- Laju multiflikasi yang tinggi,variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol
- Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.
Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek yang dikulturkan.
v  Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh.
Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali.
Media juag dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
v  Praperlakuan
Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
v  Lingkungan Mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.

2.11 Persamaan dan perbedaan kultur jaringan dan hidroponik
ü  Persamaan
§  penggunaan media tanam yang steril
§  terbebas dari mikroorganisme pengganggu atau zat-zat yang tidak dibutuhkan.
§  tanaman akan tumbuh sehat tanpa gangguan.

ü  Perbedaan
·         hidroponik menggunakan media steril selama hidup tanaman, sejak ditumbuhkan dari biji, tumbuh, berproduksi, hingga mati atau dicabut. Hidroponik menggunakan media air. Jadi tanaman akan menggunakan media 'itu-itu saja' salama hidupnya.
·         Kultur jaringan merupakan teknik budidaya memanfaatkan media steril hanya untuk perkembangbiakan tanaman saja, sedangkan perawatan tanaman hasil kultur jaringan tidak selalu bergantung pada media steril. Media kultur jaringan hanya berfungsi selama tanaman dalam kondisi 'bayi'. Apabila hendak ditanam, si 'bayi' akan dipindah dari media kultur jaringan ke media lain, tergantung keinginan si petani yang menanamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBUATAN 100 ml LARUTAN ALKOHOL DENGAN KONSENTRASI 50%

makalah yoghurt

UJI BENEDICT